Andy segera memanfaatkan kesempatan itu untuk memperkenalkan dirimya,
“Halo, gadis-gadis cantik, perkenalkan namaku Andy.” Walapun mulutnya menyapa
kelima gadis itu, tapi pandangannya hanya tertuju pada Vivi. Ia kemudian
melanjutkan dengan nada riang, sambil menjulurkan tangan kanannya untuk berkenalan, “Boleh aku
tahu siapa nama kalian berlima, para gadis cantik ini?”
Kelima gadis itu sedikit tertegun melihat keberanian Andy, tapi hati
mereka terasa syur .. senang karena dipuji ... tak terasa pandangan mereka
terhadap remaja pria satu ini menjadi sedikit lebih baik. Kelima gadis itu
kemudian saling berpandangan satu sama lain.
Si gadis berkacamata dengan wajah manis segera maju dan membalas uluran
tangan Andy, “Hai, namaku Patricia.” Patricia kemudian melepaskan tangannya dan
menunjuk gadis berkepang dua di sebelahnya, “Ini Amber”, menunjuk ke gadis
cantik indo, “Dia Vivi, sangat pemalu.” Lalu berturut-turut menunjuk kedua
gadis yang tadinya jatuh karena menahan Vivi, “Kristin dan Lia”
Andy menganggukkan kepalanya setiap nama para gadis itu disebut oleh si
gadis berkacamata, Patricia, sambil mengucapkan halo dan melambaikan tangan
pada mereka.
“Senang berkenalan dengan nona-nona cantik, Patricia, Amber, Vivi,
Kristin, dan Lia. Aku akan mengingat nama-nama kalian dan kupatri dalam hatiku
... ” kata Andy dengan nada merayu,
membuat kelima gadis itu tertawa terkikik geli.
Toni berjalan mendekati Andy dan segera merangkulnya dari belakang lalu
berbisik, “Jangan lupa jatah kami berdua, bro, masa kau borong sendiri!”
Andy menoleh padanya tersenyum geli lalu ke belakang dan melihat Andre
sedikit malu-malu mendekati mereka, Andy yang melihat gayanya menjadi tertawa ...
Kelima gadis itu memandang penuh perhatian pada kedua remaja lelaki yang
baru datang. Remaja lelaki yang pertama berparas tampan imut berambut agak kemerahan
tampak seperti seorang yang penuh semangat dan periang serta mengerti fashion
karena pakaiannya penuh warna tapi bersesuaian satu sama lain. Remaja yang
kedua, berwajah paling tampan di antara ketiganya, tubuhnya pun yang paling
tinggi dan tegap, memancarkan aura ‘cool’ tapi tampak sedikit malu-malu. Dibandingkan
keduanya, wajah Andy tak kalah tampan, tapi aura yang dipancarkan seperti
seorang ‘leader’, tak dipungkiri lagi dari ketiganya, Andy mungkin adalah kepala
mereka.
“Ini temanku, Toni, dan dia, Andre ... “ Aku melepaskan diri dari
rangkulan Toni kemudian memperkenalkan kedua temanku pada kelima gadis itu. Toni
lalu menyapa kelima gadis itu dengan menggoyangkan tangannya, “Halo, semua .. “
sementara Andre hanya tersenyum malu sambil menganggukkan kepala pada kelima gadis
itu.
“Ini Patricia, Amber, yang cantik itu Vivi, terus itu Kristin, dan Lia
... Ingat nama-nama mereka ya, siapa tahu nanti kita bisa sering-sering ketemu.”
Andy segera memperkenalkan nama kelima gadis itu pada kedua temannya, sementara
Vivi segera bersemu merah wajahnya saat disebut cantik.
Keempat gadis yang lain segera memandang Vivi dan Andy bergantian
sambil tertawa dalam hati. Kelihatannya cowok satu ini sudah menjadikan Vivi
sebagai targetnya.
Toni segera memberi tanda oke dengan tangannya sambil mengingat nama
kelima gadis itu, sementara Andre hanya menganggukkan kepalanya.
Andy kemudian melihat ke sekeliling dan tidak enak kalau mereka
berdelapan bercakap-cakap di mana banyak orang lalu lalang, apalagi banyak
orang memandangi mereka seperti sekumpulan orang aneh. “Tidak enak kalau kita
ngobrol di sini, bagaimana kalau kita ke food court?” Saran Andy pada kelima
gadis itu, lalu melanjutkan, “Anggap saja aku mentraktir kalian karena kejadian
tadi dan sekaligus aku ingin berteman dengan kalian semua. Kalau kalian tidak
berkeberatan berteman dengan aku, jangan menolak ya.”
Kelima gadis itu serba salah dan berpandangan satu sama lain, Toni dan
Andre masing-masing memuji kelicikan si berandal ini, keduanya yakin mau tidak
mau kelima gadis itu pasti mengiyakan. Dan benar saja, walaupun sedikit ada
rasa ragu-ragu dan sungkan, Patricia menganggukkan kepalanya diikuti oleh
teman-temannya.
“Baiklah, kami berlima bersedia ditraktir, tapi kami hanya minum saja
karena belum waktunya makan malam. “
“Tidak masalah, ayo kalau gitu, kita ke food court.” Andy senang sekali karena rencana tahap keduanya berhasil, ia segera memberi gestur mempersilahkan kelima gadis itu berjalan lebih dahulu dengan mengulurkan tangan kanannya ke depan, kelima gadis itu cekikikan melihat gaya si cowoq ini tapi mereka segera berjalan menuju ke food court, sementara ketiga cowoq mengikuti di belakang mereka.
Toni segera mengacungkan jempol pada Andy, berbisik padanya, “Hebat kau
Ndy, gimana caranya mereka bisa cepat akrab denganmu? Bocorin rahasianya donk. Siapa
tahu aku bisa praktikkan nanti kapan-kapan!”
“Hahaha, rahasia tuh Ton. Yang penting sekarang kita berhasil berteman
dengan mereka. Aku naksir Vivi tuh, cantik kalem dia meskipun sedikit pemalu.”
Sahut Andy tertawa, lalu menoleh pada Andre, “Gimana, Ndre, ada yang kamu suka
dari mereka?” Andre hanya menggelengkan kepalanya. Andy hanya mendesah melihat
jawaban Andre. Cowoq satu ini memang sulit diduga.
Kelima gadis itu pun saling bercakap-cakap satu sama lain di antara
mereka sementara berjalan, sambil terkadang melirik ke belakang.
“Vi, Andy kelihatannya suka sama kamu, dari tadi dia gak putus-putusnya
memuji dan melihat kamu loh.” Kata Patricia sambil tertawa.
“Vivi khan emang cantik, siapa yang gak ketarik sama dia. Andy oke
juga, tapi aku lebih suka Andre, tuh gayanya keren abis.” Timpal Lia sambil
melirik ke belakang, melihat pada Andre yang berjalan sambil menunduk dan kedua
tangan di saku.
“Toni lumayan imut juga, gayanya berpakaian juga bagus, apalagi orangnya
kelihatan periang, aku lebih ketarik sama dia.” Sahut Amber.
“Andy ga masalah sih, tapi tampangnya kayak anak bandel, harus
hati-hati tuh sama dia, cuman aku suka sama keberaniannya.” Kata Kristin.
“Ayo, Vi, gimana kamu?” Tanya Patricia pada temannya yang pemalu itu.
“Aku .. biasa-biasa aja ... lebih baik kita berteman aja dulu.” Sahut
Vivi pelan.
“Yaahh Vivi “ Sahut keempat temannya berbarenngan, merasa sedikit
kecewa. Tapi mereka sudah tahu sifat Vivi, dan jawabannya yang seperti itu
sudah bisa diduga.
“Tapi, aku gak suka sama Andy, kejadian tadi sebenarnya memang
disengaja sama dia.” Sambung Vivi pada teman-temannya.
Keempat teman-temannya merasa terkejut dan berhenti melangkah, membuat
Vivi juga terpaksa menghentikan langkahnya. Keempat gadis itu segera menoleh ke
belakang dan memandang pada Andy dengan tajam tapi mereka tidak mengatakan
apapun dan segera melanjutkan langkah-langkah mereka.
Andy menjadi tertegun saat dipandang keempat gadis itu dengan pandangan
menusuk, apa salahku, begitu batinnya. Kedua temannya juga heran melihat
tingkah keempat gadis itu, tapi karena mereka berempat tidak mengatakan apapun
dan terus melangkah, maka Andy juga mengangkat bahu dan terus mengikuti mereka
diikuti kedua temannya.
“Koq kamu bisa tahu, Vi?” tanya Amber ingin tahu.
Vivi tidak langsung menjawab, ia terdiam sejenak kemudian berkata, “Soalnya
dia berkali-kali melihat ke arah kita di toko tadi, matanya merencanakan
sesuatu, jadi aku yakin kalau kejadian tadi pasti sudah direncanakan sama dia.”
“Hmm, dasar berandal tidak tahu malu, ayo kita samperin dia sekarang,
kita hajar dia rame-rame!” Saran Lia yang rambutnya berpotongan pendek, sambil
melirik ke belakang.
“Hahahahaha, buat apa kita emosi, mungkin saja itu memang direncanakan sama
Andy, tapi kalian lihat khan kalau si Andy juga sudah ketimpa batunya, lihat
saja sikunya sampai sekarang masih ia pegang, sakitnya bukan dibuat-buat.
Mungkin memang niatnya ingin kenalan sama kita berlima makanya dia menggunakan
cara itu. Aku rasa hal ini bisa dibilang kalau dia cukup kreatif dan berani.
Boleh lah kita maafkan dia ....” Kata Patricia sambil tertawa.
Si Andy yang tidak tahu kalau rencananya sudah terbongkar, tampak asyik
bercakap-cakap dengan kedua temannya, tak menyadari kalau kelima gadis itu
sudah mencapnya ‘berandal tidak tahu malu’.
Beberapa saat kemudian mereka sampai di food court yang cukup ramai
meskipun belum waktunya untuk makan malam. Setelah tengok sana-sini, akhirnya
mereka menemukan tempat kosong di salah satu pojok food court. Vivi, Amber,
Kristin serta Andre segera menuju ke tempat kosong sementara Andy, Toni,
Patricia, dan Lia berkeliling di Food Court memesan beberapa makanan dan
minuman.
“Beneran nih kita ditraktir ya?” Tanya Patricia pada Andy.
“Kalian mau pesan apa, jangan khawatir, sekali aku bilang kalau aku
traktir pasti kutraktir. “ Sahut Andy.
“Hehehehe, oke kalau gitu, ayo Lia, kita cari minuman dan jajan yang
enak, mumpung ada yang bayarin kita.” Patricia tampak senang dan segera
menyeret Lia, yang selama ini selalu melirik Andy dengan pandangan kesal, untuk
melihat-lihat kios makanan minuman. Andy dan Toni mengikut di belakang mereka,
dan tersenyum melihat tingkah kedua gadis itu.
Sementara itu, Kristin dan Amber bermaksud memanfaatkan kesempatan ini untuk
menginterogasi Andre karena ia sedang sendirian
“Hi, Ndre, boleh khan kami tanya-tanya?” Tanya Kristin
Andre memandangnya kemudian menganggukkan kepalanya.
“Uhmm, apa kalian bertiga teman dekat?” Kali ini Amber yang bertanya.
Andre menganggukkan kepalanya.
“Kalau begitu apakah kalian satu sekolah?”
Andre kembali menganggukkan kepalanya.
“Omong-omong kalian sekolah di mana? Kelas berapa? ” Tanya Amber.
Andre kali ini tidak menjawabnya, ia hanya memalingkan wajahnya.
“Jangan bilang-bilang kalau kita
masih kelas tiga SMP pada mereka, aku kira mereka ini pasti anak-anak SMA, kalau
tidak kelas 10 ya kelas 11, takutnya nanti mereka menganggap kita masih bau kencur!“
Andre teringat pada kata-kata Andy sebelum ini padanya sehingga ia hanya diam
saja.
Kristin dan Amber saling berpandangan saat melihat Andre diam saja, dalam
hati mereka mengomel kalau cowok satu ini irit banget bicaranya membuat mereka
menjadi serba salah dan bingung mau bertanya apa.
Vivi yang melihat kedua temannya yang tampak serba salah menjadi
tersenyum geli dalam hati. Ia kemudian mengangkat kedua matanya dan memandang
pada Andre, yang tak disangka juga sedang memandang ke arahnya. Saat kedua mata
mereka bertemu tampak seperti sengatan listrik menjalar di tubuhnya, Vivi
segera melengoskan kepalanya, pipinya tampak memerah seperti apel, sementara
Andre menundukkan kepalanya, tangannya bergoyang-goyang gelisah. Vivi kemudian melirik
kedua temannya yang tampaknya tak menyadari apapun, hatinya pun merasa lega.
Andre saat itu hatinya bergetar keras, karena dari mula ia sebenarnya
tertarik pada Vivi, hanya saja karena Andy sudah memproklamirkan diri tertarik
pada Vivi maka ia berusaha untuk menjaga jarak. Tapi saat mereka bertemu
pandang, tampaknya rasa tertariknya menjadi lebih dalam. Hanya saja ia masih
lebih mengutamakan rasa persahabatan dengan Andy, ia bertekad untuk menarik
diri dan mengubur perasaan ini dalam-dalam, apalagi situasi keluarganya juga
tidak mendukung, yang menjadi alasan mengapa selama ini meskipun banyak gadis
yang tertarik padanya tapi ia sama sekali tak menunjukkan perasaan apapun.
Untuk beberapa saat hanya suara keramaian Food Court saja yang
terdengar, Amber dan Kristin tahu diri kalau mereka tak bakalan bisa mengorek
keterangan dari Andre, yang mulutnya terkunci rapat dan memutuskan kalau
interogasi mereka gagal total sehingga mereka berdua hanya bercakap-cakap
dengan Vivi, yang selama itu hanya menunduk diam saja berusaha meredakan perasaannya.
Beberapa saat kemudian tampak Andy, Toni, Patricia, dan Lia datang
menghampiri mereka sambil membawa minuman dan makanan kecil. Mereka berempat
segera mengambil tempat masing-masing dan menyerahkan beberapa gelas minuman ke
teman-teman mereka yang menunggu.
“Ndy, temanmu yang satu ini memang tidak banyak bicara ya?” Celetuk
Kristin tanpa tedeng aling-aling.
Andy tertegun tapi kemudian tertawa, katanya “Hahahah, Andre memang
tidak suka banyak bicara, bicara hanya seperlunya saja, tapi orangnya sangat pintar
loh ... “
“Sepintar apa memangnya dia?” Tanya Patricia ingin tahu.
“Dari kami bertiga, Andre berada di rangking ke empat dari dua ratus
lima puluh siswa. Pintar khan?” Sahut Toni bangga, seakan-akan dirinya sendiri
yang berada di rangking tersebut.
“Oh, kalau Andre rangking empat, kalian berdua rangking berapa?” Tanya
Lia menimpali.
“Hehehehe, kalau aku sih, rangking tiga puluh lima.” Jawab Toni
malu-malu.
“Lah kalau Andy?” Tanya Amber sedikit geli melihat Toni.
“Ah, sudah-sudah ... lebih baik kita habiskan makanan minuman ini dulu,
terus membicarakan rencana kalian setelah ini. Kalian mau kemana?” Andy
berusaha mengalihkan perhatian mereka.
Kelima gadis itu saling berpandangan dan tertawa dalam hati mereka,
tampaknya Andy ini rangkingnya lumayan jelek, melihat sikapnya seperti salah
tingkah dan berusaha mengalihkan perhatian mereka.
Kelima gadis itu memandang ketiganya dan mereka segera tersenyum geli
saat melihat Toni memandang balik sambil mengacungkan dua jari tangan kanannya di
belakang punggung Andy, kemudian membentuk angka nol dua kali dengan telunjuk
dan ibu jarinya.
“Apa rangkingmu sekitar dua ratusan, Ndy?” Tanya Patricia dengan nada
menebak, sambil tertawa dalam hati.
Andy yang sedang minum segera tersedak dan menatap Patricia, yang terlihat seperti memandang di belakang punggungnya, kemudian
ia segera menolehkan kepalanya dan melihat Toni berusaha menarik tangan dari
punggungnya.
Serunya sambil mendelik, “Kauuuuu ... !!!” Andy segera mengalungkan tangan kirinya pada leher Toni dan menariknya, Toni pun segera mengaduh dan minta-minta ampun ... Kelima gadis itu segera tertawa melihat tingkah mereka berdua, Andre segera berusaha melerai kedua temannya itu.
Serunya sambil mendelik, “Kauuuuu ... !!!” Andy segera mengalungkan tangan kirinya pada leher Toni dan menariknya, Toni pun segera mengaduh dan minta-minta ampun ... Kelima gadis itu segera tertawa melihat tingkah mereka berdua, Andre segera berusaha melerai kedua temannya itu.
Setelah itu suasana segera mencair dan semua rasa yang mengganjal di
hati kelima gadis itu karena rencana Andy tadi menjadi luruh dan mereka merasa
walau pun Andy tampak seperti berandal tapi orangnya bisa dibilang cukup
menyenangkan dan menarik diajak berteman, apalagi ia tampak setia kawan dengan
kedua temannya sehingga mereka berlima memutuskan untuk tidak mengungkit kembali kejadian tadi dan menyimpannya apalagi itu bukanlah hal yang terlalu signifikan bagi mereka.
“Sori, Ndy, kalau boleh tanya, kalian sekolah di mana? Sekarang kelas
berapa?” Tanya Patricia.
Andy merasa kalau kelima gadis ini cukup menarik untuk dijadikan teman
walaupun mereka baru pertama kali bertemu, tapi tetap saja ia merasa kalau
mereka akan memandang rendah padanya jika tahu kalau ia masih SMP, jadi ia
memutuskan untuk mengelabuhi mereka jika perlu. Karena satu hal yang paling ia
benci adalah jika ada orang memandang rendah pada dirinya.
“Eh sebelum itu, boleh donk, kami yang bertanya lebih dahulu?” Sela
Toni, yang sebelumnya kakinya ditendang oleh Andy.
“Oh, boleh saja.” Kelima gadis itu berpandangan satu sama lain kemudian
menganggukkan kepala mereka.
Toni berdiri dan memajukan tubuh atasnya sehingga membungkuk di atas
meja, “Aku penasaran, kalian khan cantik-cantik, apa sudah punya pacar? Atau
ada yang belum? Kalau ada yang belum, boleh ga aku nyalon? Boleh khan? Kalau ga
boleh jadi fans aja deh ... boleh toh?” Tanya Toni beruntun, membuat kelima
gadis itu tertegun dan membelalakkan mata mereka merasa terkejut karena
pertanyaan beruntun itu yang datangnya seperti ledakan bom, tapi tak selang
berapa lama kelimanya tertawa terbahak-bahak karena gelinya sampai menahan
perut mereka yang sakit.
Untuk beberapa saat mereka hanya tertawa saja termasuk Vivi yang
menutupi mulutnya dengan tangan kanan saat ia tertawa geli. Dua orang tampak memandanginya
dengan pandangan terpesona, Andy dan Andre, tapi Vivi tidak menyadarinya hanya
Patricia yang menyadari kalau kedua cowok ini tertarik pada Vivi. Ia kemudian tertawa
dalam hatinya, “Hahahaha, bisa jadi drama menarik ini .. “
Sementara itu Andy dan Andre juga tidak menyangka kalau Toni sebegitu
beraninya, Andy mendelikkan matanya karena ia takut mereka tersinggung, tapi
merasa lega saat mendengar kelimanya tertawa keras dan ia pun ikut tertawa
meskipun sedikit garing. Andre hanya tersenyum simpul saja. Toni menoleh ke
mereka bertujuh kebingungan, tapi kemudian ia duduk sambil ikut tertawa juga,
entah menertawakan apa, mungkin kebodohannya atau keterusterangannya.
Beberapa orang di sekitar tempat duduk mereka mengerutkan kening
mendengar keramaian yang ditimbulkan mereka berdelapan, tapi tak bisa apa-apa,
hanya menggerutu dalam hati, anak-anak muda yang tidak tahu aturan.
Setelah tawa mereka mereda, Patricia segera menjawab sambil tersenyum
geli, “Aku, Kristin, dan Lia sudah punya pacar, Amber baru putus dengan
pacarnya, makanya kami berlima berjalan-jalan di mall ini untuk bersantai
sekaligus menghibur hatinya, sementara Vivi masih kelas 9 SMP, orangtuanya juga ketat
jadi belum ada pacar.”
== OO ==
No comments:
Post a Comment