Saturday, January 2, 2016

Chapter 04 - Tak Disangka

Andy hanya menyengir saja melihat kelima gadis itu menertawakannya. Ia tertawa puas dalam hati, rencana tahap pertama sukses, meskipun berkorban sikunya menjadi ngilu sakit.

Andy segera memanfaatkan kesempatan itu untuk memperkenalkan dirimya, “Halo, gadis-gadis cantik, perkenalkan namaku Andy.” Walapun mulutnya menyapa kelima gadis itu, tapi pandangannya hanya tertuju pada Vivi. Ia kemudian melanjutkan dengan nada riang, sambil menjulurkan  tangan kanannya untuk berkenalan, “Boleh aku tahu siapa nama kalian berlima, para gadis cantik ini?”

Kelima gadis itu sedikit tertegun melihat keberanian Andy, tapi hati mereka terasa syur .. senang karena dipuji ... tak terasa pandangan mereka terhadap remaja pria satu ini menjadi sedikit lebih baik. Kelima gadis itu kemudian saling berpandangan satu sama lain.

Si gadis berkacamata dengan wajah manis segera maju dan membalas uluran tangan Andy, “Hai, namaku Patricia.” Patricia kemudian melepaskan tangannya dan menunjuk gadis berkepang dua di sebelahnya, “Ini Amber”, menunjuk ke gadis cantik indo, “Dia Vivi, sangat pemalu.” Lalu berturut-turut menunjuk kedua gadis yang tadinya jatuh karena menahan Vivi, “Kristin dan Lia”

Andy menganggukkan kepalanya setiap nama para gadis itu disebut oleh si gadis berkacamata, Patricia, sambil mengucapkan halo dan melambaikan tangan pada mereka.

“Senang berkenalan dengan nona-nona cantik, Patricia, Amber, Vivi, Kristin, dan Lia. Aku akan mengingat nama-nama kalian dan kupatri dalam hatiku ... ” kata Andy dengan nada merayu,  membuat kelima gadis itu tertawa terkikik geli.

Toni berjalan mendekati Andy dan segera merangkulnya dari belakang lalu berbisik, “Jangan lupa jatah kami berdua, bro, masa kau borong sendiri!”

Andy menoleh padanya tersenyum geli lalu ke belakang dan melihat Andre sedikit malu-malu mendekati mereka, Andy yang melihat gayanya menjadi tertawa  ...

Kelima gadis itu memandang penuh perhatian pada kedua remaja lelaki yang baru datang. Remaja lelaki yang pertama berparas tampan imut berambut agak kemerahan tampak seperti seorang yang penuh semangat dan periang serta mengerti fashion karena pakaiannya penuh warna tapi bersesuaian satu sama lain. Remaja yang kedua, berwajah paling tampan di antara ketiganya, tubuhnya pun yang paling tinggi dan tegap, memancarkan aura ‘cool’ tapi tampak sedikit malu-malu. Dibandingkan keduanya, wajah Andy tak kalah tampan, tapi aura yang dipancarkan seperti seorang ‘leader’, tak dipungkiri lagi dari ketiganya, Andy mungkin adalah kepala mereka.

“Ini temanku, Toni, dan dia, Andre ... “ Aku melepaskan diri dari rangkulan Toni kemudian memperkenalkan kedua temanku pada kelima gadis itu. Toni lalu menyapa kelima gadis itu dengan menggoyangkan tangannya, “Halo, semua .. “ sementara Andre hanya tersenyum malu sambil menganggukkan kepala pada kelima gadis itu.

“Ini Patricia, Amber, yang cantik itu Vivi, terus itu Kristin, dan Lia ... Ingat nama-nama mereka ya, siapa tahu nanti kita bisa sering-sering ketemu.” Andy segera memperkenalkan nama kelima gadis itu pada kedua temannya, sementara Vivi segera bersemu merah wajahnya saat disebut cantik.

Keempat gadis yang lain segera memandang Vivi dan Andy bergantian sambil tertawa dalam hati. Kelihatannya cowok satu ini sudah menjadikan Vivi sebagai targetnya.  

Toni segera memberi tanda oke dengan tangannya sambil mengingat nama kelima gadis itu, sementara Andre hanya menganggukkan kepalanya.

Andy kemudian melihat ke sekeliling dan tidak enak kalau mereka berdelapan bercakap-cakap di mana banyak orang lalu lalang, apalagi banyak orang memandangi mereka seperti sekumpulan orang aneh. “Tidak enak kalau kita ngobrol di sini, bagaimana kalau kita ke food court?” Saran Andy pada kelima gadis itu, lalu melanjutkan, “Anggap saja aku mentraktir kalian karena kejadian tadi dan sekaligus aku ingin berteman dengan kalian semua. Kalau kalian tidak berkeberatan berteman dengan aku, jangan menolak ya.”

Kelima gadis itu serba salah dan berpandangan satu sama lain, Toni dan Andre masing-masing memuji kelicikan si berandal ini, keduanya yakin mau tidak mau kelima gadis itu pasti mengiyakan. Dan benar saja, walaupun sedikit ada rasa ragu-ragu dan sungkan, Patricia menganggukkan kepalanya diikuti oleh teman-temannya.

“Baiklah, kami berlima bersedia ditraktir, tapi kami hanya minum saja karena belum waktunya makan malam. “

“Tidak masalah, ayo kalau gitu, kita ke food court.” Andy senang sekali karena rencana tahap keduanya berhasil, ia segera memberi gestur mempersilahkan kelima gadis itu berjalan lebih dahulu dengan mengulurkan tangan kanannya ke depan, kelima gadis itu cekikikan melihat gaya si cowoq ini tapi mereka segera berjalan menuju ke food court, sementara ketiga cowoq mengikuti di belakang  mereka.

Toni segera mengacungkan jempol pada Andy, berbisik padanya, “Hebat kau Ndy, gimana caranya mereka bisa cepat akrab denganmu? Bocorin rahasianya donk. Siapa tahu aku bisa praktikkan nanti kapan-kapan!”

“Hahaha, rahasia tuh Ton. Yang penting sekarang kita berhasil berteman dengan mereka. Aku naksir Vivi tuh, cantik kalem dia meskipun sedikit pemalu.” Sahut Andy tertawa, lalu menoleh pada Andre, “Gimana, Ndre, ada yang kamu suka dari mereka?” Andre hanya menggelengkan kepalanya. Andy hanya mendesah melihat jawaban Andre. Cowoq satu ini memang sulit diduga.

Kelima gadis itu pun saling bercakap-cakap satu sama lain di antara mereka sementara berjalan, sambil terkadang melirik ke belakang.

“Vi, Andy kelihatannya suka sama kamu, dari tadi dia gak putus-putusnya memuji dan melihat kamu loh.” Kata Patricia sambil tertawa.

“Vivi khan emang cantik, siapa yang gak ketarik sama dia. Andy oke juga, tapi aku lebih suka Andre, tuh gayanya keren abis.” Timpal Lia sambil melirik ke belakang, melihat pada Andre yang berjalan sambil menunduk dan kedua tangan di saku.

“Toni lumayan imut juga, gayanya berpakaian juga bagus, apalagi orangnya kelihatan periang, aku lebih ketarik sama dia.” Sahut Amber.

“Andy ga masalah sih, tapi tampangnya kayak anak bandel, harus hati-hati tuh sama dia, cuman aku suka sama keberaniannya.” Kata Kristin.

“Ayo, Vi, gimana kamu?” Tanya Patricia pada temannya yang pemalu itu.

“Aku .. biasa-biasa aja ... lebih baik kita berteman aja dulu.” Sahut Vivi pelan.

“Yaahh Vivi “ Sahut keempat temannya berbarenngan, merasa sedikit kecewa. Tapi mereka sudah tahu sifat Vivi, dan jawabannya yang seperti itu sudah bisa diduga.

“Tapi, aku gak suka sama Andy, kejadian tadi sebenarnya memang disengaja sama dia.” Sambung Vivi pada teman-temannya.

Keempat teman-temannya merasa terkejut dan berhenti melangkah, membuat Vivi juga terpaksa menghentikan langkahnya. Keempat gadis itu segera menoleh ke belakang dan memandang pada Andy dengan tajam tapi mereka tidak mengatakan apapun dan segera melanjutkan langkah-langkah mereka.

Andy menjadi tertegun saat dipandang keempat gadis itu dengan pandangan menusuk, apa salahku, begitu batinnya. Kedua temannya juga heran melihat tingkah keempat gadis itu, tapi karena mereka berempat tidak mengatakan apapun dan terus melangkah, maka Andy juga mengangkat bahu dan terus mengikuti mereka diikuti kedua temannya.

“Koq kamu bisa tahu, Vi?” tanya Amber ingin tahu.

Vivi tidak langsung menjawab, ia terdiam sejenak kemudian berkata, “Soalnya dia berkali-kali melihat ke arah kita di toko tadi, matanya merencanakan sesuatu, jadi aku yakin kalau kejadian tadi pasti sudah direncanakan sama dia.”

“Hmm, dasar berandal tidak tahu malu, ayo kita samperin dia sekarang, kita hajar dia rame-rame!” Saran Lia yang rambutnya berpotongan pendek, sambil melirik ke belakang.

“Hahahahaha, buat apa kita emosi, mungkin saja itu memang direncanakan sama Andy, tapi kalian lihat khan kalau si Andy juga sudah ketimpa batunya, lihat saja sikunya sampai sekarang masih ia pegang, sakitnya bukan dibuat-buat. Mungkin memang niatnya ingin kenalan sama kita berlima makanya dia menggunakan cara itu. Aku rasa hal ini bisa dibilang kalau dia cukup kreatif dan berani. Boleh lah kita maafkan dia ....” Kata Patricia sambil tertawa.

Si Andy yang tidak tahu kalau rencananya sudah terbongkar, tampak asyik bercakap-cakap dengan kedua temannya, tak menyadari kalau kelima gadis itu sudah mencapnya ‘berandal tidak tahu malu’.

Beberapa saat kemudian mereka sampai di food court yang cukup ramai meskipun belum waktunya untuk makan malam. Setelah tengok sana-sini, akhirnya mereka menemukan tempat kosong di salah satu pojok food court. Vivi, Amber, Kristin serta Andre segera menuju ke tempat kosong sementara Andy, Toni, Patricia, dan Lia berkeliling di Food Court memesan beberapa makanan dan minuman.

“Beneran nih kita ditraktir ya?” Tanya Patricia pada Andy.

“Kalian mau pesan apa, jangan khawatir, sekali aku bilang kalau aku traktir pasti kutraktir. “ Sahut Andy.

“Hehehehe, oke kalau gitu, ayo Lia, kita cari minuman dan jajan yang enak, mumpung ada yang bayarin kita.” Patricia tampak senang dan segera menyeret Lia, yang selama ini selalu melirik Andy dengan pandangan kesal, untuk melihat-lihat kios makanan minuman. Andy dan Toni mengikut di belakang mereka, dan tersenyum melihat tingkah kedua gadis itu.

Sementara itu, Kristin dan Amber bermaksud memanfaatkan kesempatan ini untuk menginterogasi Andre karena ia sedang sendirian

“Hi, Ndre, boleh khan kami tanya-tanya?” Tanya Kristin

Andre memandangnya kemudian menganggukkan kepalanya.

“Uhmm, apa kalian bertiga teman dekat?” Kali ini Amber yang bertanya.

Andre menganggukkan kepalanya.

“Kalau begitu apakah kalian satu sekolah?”

Andre kembali menganggukkan kepalanya.

“Omong-omong kalian sekolah di mana? Kelas berapa? ” Tanya Amber.

Andre kali ini tidak menjawabnya, ia hanya memalingkan wajahnya.

“Jangan bilang-bilang kalau kita masih kelas tiga SMP pada mereka, aku kira mereka ini pasti anak-anak SMA, kalau tidak kelas 10 ya kelas 11, takutnya nanti mereka menganggap kita masih bau kencur!“ Andre teringat pada kata-kata Andy sebelum ini padanya sehingga ia hanya diam saja.

Kristin dan Amber saling berpandangan saat melihat Andre diam saja, dalam hati mereka mengomel kalau cowok satu ini irit banget bicaranya membuat mereka menjadi serba salah dan bingung mau bertanya apa.

Vivi yang melihat kedua temannya yang tampak serba salah menjadi tersenyum geli dalam hati. Ia kemudian mengangkat kedua matanya dan memandang pada Andre, yang tak disangka juga sedang memandang ke arahnya. Saat kedua mata mereka bertemu tampak seperti sengatan listrik menjalar di tubuhnya, Vivi segera melengoskan kepalanya, pipinya tampak memerah seperti apel, sementara Andre menundukkan kepalanya, tangannya bergoyang-goyang gelisah. Vivi kemudian melirik kedua temannya yang tampaknya tak menyadari apapun, hatinya pun merasa lega.

Andre saat itu hatinya bergetar keras, karena dari mula ia sebenarnya tertarik pada Vivi, hanya saja karena Andy sudah memproklamirkan diri tertarik pada Vivi maka ia berusaha untuk menjaga jarak. Tapi saat mereka bertemu pandang, tampaknya rasa tertariknya menjadi lebih dalam. Hanya saja ia masih lebih mengutamakan rasa persahabatan dengan Andy, ia bertekad untuk menarik diri dan mengubur perasaan ini dalam-dalam, apalagi situasi keluarganya juga tidak mendukung, yang menjadi alasan mengapa selama ini meskipun banyak gadis yang tertarik padanya tapi ia sama sekali tak menunjukkan perasaan apapun.

Untuk beberapa saat hanya suara keramaian Food Court saja yang terdengar, Amber dan Kristin tahu diri kalau mereka tak bakalan bisa mengorek keterangan dari Andre, yang mulutnya terkunci rapat dan memutuskan kalau interogasi mereka gagal total sehingga mereka berdua hanya bercakap-cakap dengan Vivi, yang selama itu hanya menunduk diam saja berusaha meredakan perasaannya.

Beberapa saat kemudian tampak Andy, Toni, Patricia, dan Lia datang menghampiri mereka sambil membawa minuman dan makanan kecil. Mereka berempat segera mengambil tempat masing-masing dan menyerahkan beberapa gelas minuman ke teman-teman mereka yang menunggu.

“Ndy, temanmu yang satu ini memang tidak banyak bicara ya?” Celetuk Kristin tanpa tedeng aling-aling.

Andy tertegun tapi kemudian tertawa, katanya “Hahahah, Andre memang tidak suka banyak bicara, bicara hanya seperlunya saja, tapi orangnya sangat pintar loh ... “

“Sepintar apa memangnya dia?” Tanya Patricia ingin tahu.

“Dari kami bertiga, Andre berada di rangking ke empat dari dua ratus lima puluh siswa. Pintar khan?” Sahut Toni bangga, seakan-akan dirinya sendiri yang berada di rangking tersebut.

“Oh, kalau Andre rangking empat, kalian berdua rangking berapa?” Tanya Lia menimpali.

“Hehehehe, kalau aku sih, rangking tiga puluh lima.” Jawab Toni malu-malu.

“Lah kalau Andy?” Tanya Amber sedikit geli melihat Toni.

“Ah, sudah-sudah ... lebih baik kita habiskan makanan minuman ini dulu, terus membicarakan rencana kalian setelah ini. Kalian mau kemana?” Andy berusaha mengalihkan perhatian mereka.

Kelima gadis itu saling berpandangan dan tertawa dalam hati mereka, tampaknya Andy ini rangkingnya lumayan jelek, melihat sikapnya seperti salah tingkah dan berusaha mengalihkan perhatian mereka.

Kelima gadis itu memandang ketiganya dan mereka segera tersenyum geli saat melihat Toni memandang balik sambil mengacungkan dua jari tangan kanannya di belakang punggung Andy, kemudian membentuk angka nol dua kali dengan telunjuk dan ibu jarinya.

“Apa rangkingmu sekitar dua ratusan, Ndy?” Tanya Patricia dengan nada menebak, sambil tertawa dalam hati.

Andy yang sedang minum segera tersedak dan menatap Patricia, yang terlihat seperti memandang di belakang punggungnya, kemudian ia segera menolehkan kepalanya dan melihat Toni berusaha menarik tangan dari punggungnya.

Serunya sambil mendelik, “Kauuuuu ... !!!” Andy segera mengalungkan tangan kirinya pada leher Toni dan menariknya, Toni pun segera mengaduh dan minta-minta ampun ... Kelima gadis itu segera tertawa melihat tingkah mereka berdua, Andre segera berusaha melerai kedua temannya itu.

Setelah itu suasana segera mencair dan semua rasa yang mengganjal di hati kelima gadis itu karena rencana Andy tadi menjadi luruh dan mereka merasa walau pun Andy tampak seperti berandal tapi orangnya bisa dibilang cukup menyenangkan dan menarik diajak berteman, apalagi ia tampak setia kawan dengan kedua temannya sehingga mereka berlima memutuskan untuk tidak mengungkit kembali kejadian tadi dan menyimpannya apalagi itu bukanlah hal yang terlalu signifikan bagi mereka.

“Sori, Ndy, kalau boleh tanya, kalian sekolah di mana? Sekarang kelas berapa?” Tanya Patricia.

Andy merasa kalau kelima gadis ini cukup menarik untuk dijadikan teman walaupun mereka baru pertama kali bertemu, tapi tetap saja ia merasa kalau mereka akan memandang rendah padanya jika tahu kalau ia masih SMP, jadi ia memutuskan untuk mengelabuhi mereka jika perlu. Karena satu hal yang paling ia benci adalah jika ada orang memandang rendah pada dirinya.

“Eh sebelum itu, boleh donk, kami yang bertanya lebih dahulu?” Sela Toni, yang sebelumnya kakinya ditendang oleh Andy.

“Oh, boleh saja.” Kelima gadis itu berpandangan satu sama lain kemudian menganggukkan kepala mereka.

Toni berdiri dan memajukan tubuh atasnya sehingga membungkuk di atas meja, “Aku penasaran, kalian khan cantik-cantik, apa sudah punya pacar? Atau ada yang belum? Kalau ada yang belum, boleh ga aku nyalon? Boleh khan? Kalau ga boleh jadi fans aja deh ... boleh toh?” Tanya Toni beruntun, membuat kelima gadis itu tertegun dan membelalakkan mata mereka merasa terkejut karena pertanyaan beruntun itu yang datangnya seperti ledakan bom, tapi tak selang berapa lama kelimanya tertawa terbahak-bahak karena gelinya sampai menahan perut mereka yang sakit.

Untuk beberapa saat mereka hanya tertawa saja termasuk Vivi yang menutupi mulutnya dengan tangan kanan saat ia tertawa geli. Dua orang tampak memandanginya dengan pandangan terpesona, Andy dan Andre, tapi Vivi tidak menyadarinya hanya Patricia yang menyadari kalau kedua cowok ini tertarik pada Vivi. Ia kemudian tertawa dalam hatinya, “Hahahaha, bisa jadi drama menarik ini .. “

Sementara itu Andy dan Andre juga tidak menyangka kalau Toni sebegitu beraninya, Andy mendelikkan matanya karena ia takut mereka tersinggung, tapi merasa lega saat mendengar kelimanya tertawa keras dan ia pun ikut tertawa meskipun sedikit garing. Andre hanya tersenyum simpul saja. Toni menoleh ke mereka bertujuh kebingungan, tapi kemudian ia duduk sambil ikut tertawa juga, entah menertawakan apa, mungkin kebodohannya atau keterusterangannya.

Beberapa orang di sekitar tempat duduk mereka mengerutkan kening mendengar keramaian yang ditimbulkan mereka berdelapan, tapi tak bisa apa-apa, hanya menggerutu dalam hati, anak-anak muda yang tidak tahu aturan.

Setelah tawa mereka mereda, Patricia segera menjawab sambil tersenyum geli, “Aku, Kristin, dan Lia sudah punya pacar, Amber baru putus dengan pacarnya, makanya kami berlima berjalan-jalan di mall ini untuk bersantai sekaligus menghibur hatinya, sementara Vivi masih kelas 9 SMP, orangtuanya juga ketat jadi belum ada pacar.”

== OO ==

No comments:

Post a Comment